Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Strategi Transformasi Bangsa: Menuju Indonesia Emas 2045]
Fondasi Ekonomi dari Presiden Joko Widodo
Presiden Joko Widodo dan Pemerintahan yang beliau pimpin sejak 2014 telah melaksanakan berbagai program yang menghasilkan fondasi ekonomi dan sosial yang sangat kuat.
Capaian-capaian beliau melanjutkan dan memperkuat pembangunan yang telah dimulai oleh para pemimpin negara kita mulai dari Presiden Sukarno, Presiden Suharto, Presiden Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Megawati, dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Untuk menyusun program ke depan yang tepat, kita perlu benar-benar paham apa saja yang telah dicapai oleh beliau, agar kita bisa lanjutkan program- program yang sudah baik, dan kembangkan program-program yang perlu dikembangkan.
Capaian Ekonomi
Begitu banyak yang telah dicapai oleh Indonesia dalam 20 tahun terakhir. Misalkan, dalam hal pencapaian ekonomi, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono PDB per kapita bangsa Indonesia naik hampir 4x dari $1.000 ke $3.700.
Di era Presiden SBY, rasio utang terhadap PDB turun dari di atas 50% ke bawah 30%. Rasio utang ini sempat cukup tinggi karena negara kita terpaksa berutang banyak demi menyelesaian krisis moneter 1998. Di era Presiden SBY juga kita melunasi seluruh utang kita ke IMF.
Walaupun sempat ada bencana tsunami dan krisis ekonomi 2008, di era Presiden SBY ekonomi Indonesia berhasil tumbuh rata-rata 5%. Ekonomi Indonesia-pun berhasil masuk ranking 20 besar dunia, dan masuk jadi anggota G20.
Capaian-capaian ekonomi era Presiden SBY ini dilanjutkan dan diperkuat di era Presiden Jokowi. Di 2022, PDB nominal atau besaran ekonomi kita mencapai angka US$ 1,4 triliun. Ini setara Rp. 21.000 triliun – angka tertinggi sepanjang sejarah. Ekonomi Indonesia jadi nomor 16 terbesar di dunia.
Angka GNI per kapita juga naik ke angka US$ 4.580 atau setara Rp. 68,7 juta – tertinggi sepanjang sejarah. Jumlah penduduk miskin turun ke 9,57% – terendah sepanjang sejarah.
Dalam bab-bab sebelumnya saya jelaskan, perdagangan bagi suatu negara adalah ibarat darah. Jika neraca dagang terus menerus negatif, maka suatu saat darah-nya akan habis. Oleh karena itu neraca dagang harus positif. Di 2014, saat Presiden Jokowi baru mulai menjabat neraca dagang kita negatif. Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi yang tepat, di tengah masa bakti Presiden Jokowi neraca dagang mulai surplus. Bahkan di 2022, neraca dagang kita berhasil surplus $ 54,4 miliar, setara Rp. 816 triliun – terbanyak sepanjang sejarah kita.
Karena neraca dagang kita positif, cadangan devisa kita juga semakin kuat. Di 2022, cadangan devisa kita mencapai $137 miliar, setara Rp. 2.055 triliun. Cadangan ini cukup untuk membiayai impor selama 6 bulan. Dengan cadangan devisa yang besar kita juga bisa jaga stabilitas nilai tukar Rupiah kita.
Pertumbuhan ekonomi kita di era Presiden Jokowi juga cukup baik dan stabil di angka 5%. Sekarang pertumbuhan ekonomi kita kedua tercepat di negara-negara G20 setelah Tiongkok.
Tingkat inflasi kita juga terjaga di angka 3,3%. Inflasi ini penting, karena tidak ada artinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi jika inflasinya lebih tinggi. Saat ini inflasi kita salah satu yang paling rendah dari negara-negara G20. Dengan manajemen ekonomi yang baik dan kebijakan yang tepat, kita bisa hindari inflasi berlebih seperti yang terjadi di Argentina dan Turki saat ini, inflasi puluhan persen.
Pertumbuhan ekonomi butuh modal kerja dan investasi. Salah satu sumber investasi adalah Pemerintah. Walaupun di era Presiden Jokowi terjadi defisit APBN dan pemerintah harus mencetak utang, rasio utang terhadap PDB kita saat ini di angka 38% adalah salah satu terendah di G20.