Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto]ÂÂ
Ieyasu Tokugawa adalah seorang Daimyo, seorang panglima Samurai. Ia berasal dari keturunan ningrat Jepang, dari klan Tokugawa. Namun masa kecilnya penuh dengan cobaan dan penderitaan.
Dari sejak kanak-kanak, ia diserahkan oleh orang tuanya sebagai sandera kepada pihak Daimyo yang sangat kuat pada saat itu. Waktu itu untuk menjamin perdamaian adalah kebiasaan untuk keluarga-keluarga dari panglima-panglima tertentu untuk menyerahkan putra atau putrinya untuk dibesarkan oleh pihak lain, sebagai jaminan bahwa ia tidak akan menyerang suku yang lain itu.
Tokugawa dikenal sebagai orang yang sangat sabar, yang penuh perhitungan. Dengan kesabaran dan perhitungan itulah ia berhasil mengalahkan lawan-lawannya.”
Tokugawa Ieyasu lahir di Okazaki pada tahun 1543 dan meninggal dunia di Shizuoka pada 1 Juni 1616 pada umur 73 tahun merupakan seorang penguasa militer (Shogun) di Jepang pada tahun 1600-an. Rezimnya dikenal sebagai zaman Edo karena dia memindahkan pemerintahannya ke Edo (Tokyo), dan menjadi era Shogun terakhir di Jepang.
Ia mendirikan pemerintahan Tokugawa pasca Pertempuran Sekigahara pada 1603 hingga terjadinya Restorasi Meiji pada 1868 (265 tahun berkuasa). Tokugawa bersama dengan mantan tuannya Oda Nobunaga dan Toyotomi Hideyoshi merupakan sosok yang berperan dalam menyatukan Jepang.
Tokugawa Ieyasu adalah seorang Daimyo, Panglima Samurai. Ia berasal dari keturunan ningrat Jepang, dari klan Tokugawa. Namun, masa kecilnya penuh dengan cobaan dan penderitaan.
Dari sejak kanak-kanak, ia harus diserahkan oleh orang tuanya sebagai sandera kepada pihak Daimyo yang sangat kuat pada saat itu. Waktu itu untuk menjamin perdamaian sudah menjadi kebiasaan bagi keluarga-keluarga dari panglima-panglima tertentu untuk menyerahkan putra atau putrinya untuk dibesarkan oleh pihak lain, sebagai jaminan bahwa ia tidak akan menyerang suku yang lain itu. Kalau terjadi pengingkaran terhadap perjanjian perdamaian, maka yang pertama dibunuh adalah anak-anak yang jadi sandera tersebut. Demikian untuk beberapa belas tahun, Ieyasu menjadi sandera suatu klan yang pernah berseberangan dengan orang tuanya.
Pada 1560, Tokugawa memanfaatkan momentum kematian Yoshimoto untuk mendapatkan kembali kebebasannya, dan kembali ke Kastil Okazaki. Ia kembali ke keluarganya dan mulai menempuh kehidupannya sebagai perwira samurai dan akhirnya menjadi pemimpin samurai.
Pada 1561, Tokugawa menyerang Kaminogo untuk mengambil dua putranya. Tokugawa kemudian melakukan pendudukan untuk memulihkan kembali klan Matsudaira dan memperkuat Mikawa.
Pada 1599, Tokugawa memimpin pasukan ke Fushimi dan menyerang Kastil Osaka. Serangan itu menimbulkan kemarahan dari para bangsawan. Pada 1600, para Daimyo terpecah dalam dua faksi. Pasukan Barat yang dikendalikan Ishida dan pasukan Timur yang menentang Ishida. Tokugawa memutuskan untuk mendukung pasukan Timur.
Pada 21 Oktober 1600, perang terjadi di wilayah Sekigahara dengan total 160.000 pasukan yang saling berhadapan. Pertempuran itu berakhir dengan kemenangan Tokugawa. Ishida serta Daimyo yang memihak pasukan Barat dibunuh. Tokugawa kemudian menjadi penguasa de facto Jepang dan menghadiahkan daerah kekuasaan kepada Daimyo yang sudah membelanya.
Pada 24 Maret 1603 ketika Tokugawa berusia 60 tahun, Kaisar Go-Yozei memberikan gelar Shogun (gubernur militer) kepadanya. Dia memulai zaman Edo dan membuka rezim Shogun ketiga. Namun, ia memutuskan mengundurkan diri pada 1605 dan menyerahkannya kepada sang anak, Hidetada. Meski telah mengundurkan diri ia tetap menjalankan perannya sebagai Shogun dengan mengawasi pembangunan Kastil Edo, menyatukan dan memulihkan stabilitas Jepang, mendukung adanya perdagangan dengan pihak asing.