Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto]ÂÂ
“Sebagai mantan perwira KOPASSUS, saya banyak belajar dari tulisan-tulisan Sun Tzu. Jika harus berperang, Sun Tzu banyak menyampaikan pentingnya unit intelijen tepat waktu (real time intelligence) di medan perang dan pentingnya menggunakan komando kecil untuk serangan strategis. Sun Tzu menulis, “hasil yang maksimal dapat dicapai dengan kekuatan minimal.”
Karena alasan inilah saya mendorong civitas academica Universitas Pertahanan untuk tidak hanya membaca buku The Art of War, tetapi juga mempelajari kata-kata Sun Tzu, mengambil inti dari pelajaran-pelajaran yang disampaikan, dan menerapkannya di lingkungan Kemhan dan TNI.
Secara kualitatif dan kuantitatif, Indonesia mungkin tidak memiliki militer terbesar atau tercanggih di dunia, tetapi dengan menggunakan siasat Sun Tzu, kita dapat mengimbangi lawan-lawan kita.”
Meskipun beberapa sarjana Tiongkok masih mempertanyakan apakah Sun Tzu benar ada atau tidak, berdasarkan tulisan-tulisannya saya percaya Sun Tzu adalah seorang Jenderal Tiongkok yang juga seorang ahli strategi militer. Ada yang menyampaikan ia adalah seorang Jenderal dan filsuf yang melayani Raja Helu dari negara Wu pada akhir abad keenam SM. Sebagai pemimpin pasukan Wu selama Pertempuran Boju, Sun Tzu menorehkan pelajaran-pelajaran yang dialaminya di atas kertas.
Hasil dari catatan-catatan Sun Tzu adalah The Art of War, sebuah kumpulan catatan yang telah ditulis ulang selama abad-abad berikutnya. The Art of War menguraikan filosofi Sun Tzu untuk mengelola konflik dan memenangi pertempuran. Takeaway terbesar bagi saya dari buku ini adalah berbagai alternatif yang diberikan Sun Tzu untuk pertempuran langsung.
Sun Tzu berbicara mengenai perang melalui prisma pemikiran Tao. Siasat yang disampaikannya termasuk berbagai trik tipuan hingga penggunaan mata-mata untuk menjalin aliansi. Di atas segalanya, katanya, hal yang terpenting dalam perang adalah mengumpulkan informasi tentang musuh Anda.
“Kenali musuh seperti kenali diri Anda sendiri, dan dalam seratus pertempuran Anda tidak akan pernah berada dalam bahaya,” tulisnya. “Ketika Anda tidak tahu tentang musuh tetapi mengenali diri sendiri, peluang Anda untuk menang atau kalah adalah sama.”
Bertentangan dengan pemikiran yang berlaku saat itu, ia juga menguraikan berbagai sikap ksatria termasuk sikap untuk sementara tunduk pada musuh yang lebih tangguh.
Pengaruh buku The Art of War sangat luas. Buku ini telah dikutip oleh para Jenderal terkemuka dunia — baik dari Timur dan Barat. Sejak pertama kali diterbitkan, buku ini telah diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa. Ajarannya, misalnya, diserap oleh para samurai dan Jenderal Jepang. Misalnya, Laksamana Togo Heichachiro, seorang pemimpin militer yang sangat saya kagumi, adalah pembaca semua tulisan Sun Tzu.
Pada pertengahan abad ke-20, Mao Zedong mengaku sangat dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Sun Tzu. Ho Chi Minh, pemimpin Viet Minh, menerjemahkan The Art of War ke dalam bahasa Vietnam dan meminta para perwiranya, termasuk Jenderal Vo Nguyen Giap, menerapkan ajaran-ajaran Sun Tzu di medan perang.
Baru-baru ini diketahui, selama Perang Teluk tahun 1990-an, Jenderal Norman Schwarzkopf dan Jenderal Colin Powell menggunakan prinsip-prinsip tipuan dan kecepatan Sun Tzu untuk menyerang titik lemah Saddam Hussein.
Saat ini banyak yang mengatakan bahwa interpretasi modern Sun Tzu telah membantu Tiongkok menjadi negara adidaya.
Sebagai mantan Perwira KOPASSUS, saya banyak belajar dari tulisan-tulisan Sun Tzu. Jika harus berperang, Sun Tzu banyak menyampaikan pentingnya unit intelijen tepat waktu (real time intelligence) di medan perang dan pentingnya menggunakan tim komando kecil untuk serangan strategis. Sun Tzu menulis, “hasil yang maksimal dapat dicapai dengan kekuatan minimal.”
Karena alasan inilah saya mendorong civitas academica Universitas Pertahanan untuk tidak hanya membaca buku The Art of War, tetapi juga mempelajari kata-kata Sun Tzu, mengambil inti dari pelajaran-pelajaran yang disampaikan, dan menerapkannya di lingkungan Kemhan dan TNI.