Oleh Prabowo Subianto [diambil dari Buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto]ÂÂ
“Bagi orang Indonesia, kita mengingat Tito bersama Sukarno sebagai tokoh utama dalam Gerakan Non-Blok. Dan bagi kami dari KOPASSUS, kami tidak akan pernah lupa bagaimana Tito mengirim beberapa instruktur terjun bebas dari tentara Yugoslavia pada tahun 1962 untuk mengajar angkatan pertama tim terjun bebas di RPKAD, yang sekarang disebut KOPASSUS. Bagi kita yang telah melompat dari pesawat dan membuka parasut kita sendiri, kita berhutang budi kepada pasukan Yugoslavia yang pernah menjadi instruktur kita.”
Josip Broz Tito lahir pada tahun 1892 di sebuah desa kecil di Kerajaan Kroasia-Slavonia, yang pada saat itu merupakan bagian dari Kekaisaran Austria-Hongaria. Begitu mencapai usia 21 tahun, Tito mengikuti dua tahun wajib militer di Angkatan Darat Austria-Hongaria. Dia bertugas di unit milisi Kroasia setelah menyelesaikan kursus untuk bintara.
Tidak lama setelah memasuki dinas militer, Perang Dunia 1 pecah. Tito terlibat dalam invasi Austria yang gagal ke Serbia. Dia kemudian menghabiskan banyak waktu mendekam di penjara sebagai tawanan perang.
Pulang ke rumah setelah perang, Tito pindah ke Zagreb dan mendapat pekerjaan sebagai pelayan. Ia juga bergabung dengan Partai Komunis Yugoslavia (PKY). Sebagai anggota partai, ia pergi ke Uni Soviet. Di sana ia diberi misi untuk kembali ke Yugoslavia untuk merekrut sukarelawan, untuk berperang di pihak Republik dalam Perang Saudara Spanyol.
Pada akhirnya, para sukarelawan perang dari Yugoslavia tidak pernah mencapai Spanyol. Dalam perjalanan, Tito mengorganisir agar relawan Yugoslavia yang ia rekrut berjuang untuk Cekoslovakia, yang pada saat itu mendapat tekanan dari Jerman. Inisiatif ini membuatnya semakin terkenal di Yugoslavia, terutama di kalangan pimpinan PKY.
Karier Tito terus beranjak di PKY, dan pada tahun 1939 dia diangkat sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis Yugoslavia. Dua tahun kemudian, pasukan Poros menginvasi Yugoslavia. Mengingat posisinya di CPY, dan pengalamannya dalam merekrut dan memobilisasi sukarelawan, Tito mengorganisir dua brigade Partisan anti-Nazi. Meskipun ia bukan ahli dalam taktik gerilya, Tito unggul praktisi perang non-konvensional.
Melihat betapa efektifnya anak buah Tito dalam mengunci kekuatan Poros dengan taktik gerilya, Sekutu memberikan dukungan untuk pasukan Partisan anti-Nazi. Hari ini banyak sejarawan militer yang menempatkan Partisan Yugoslavia sebagai gerakan perlawanan paling efektif di Eropa yang diduduki Jerman.
Pada tahun 1944, keberhasilan Partisan Tito melambungkannya ke garis depan kepemimpinan negara. Dia diakui oleh otoritas Sekutu sebagai Perdana Menteri de facto Yugoslavia, serta komandan pasukan militernya. Semua ini diresmikan setelah perang, ketika ia menjabat sebagai Presiden Republik Federal Sosialis Yugoslavia dari tahun 1953 hingga kematiannya pada tahun 1980.
Sebagai kepala negara Yugoslavia pasca perang, Tito mengubah negaranya dari negara miskin menjadi negara berpenghasilan menengah. Ia merencanakan dan melaksanakan peningkatan signifikan dalam pendidikan, kesehatan, hak-hak perempuan, dan banyak bidang lainnya di Yugoslavia.
Bagi orang Indonesia, kita mengingat Tito bersama Sukarno sebagai tokoh utama dalam Gerakan Non-Blok. Dan bagi kami dari KOPASSUS, kami tidak akan pernah lupa bagaimana Tito mengirim beberapa instruktur terjun bebas dari tentara Yugoslavia pada tahun 1962 untuk mengajar angkatan pertama tim terjun bebas di RPKAD, yang sekarang disebut KOPASSUS. Bagi kita yang telah melompat dari pesawat dan membuka parasut kita sendiri, kita berhutang budi kepada pasukan Yugoslavia yang pernah menjadi instruktur kita.