Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]
Keberanian
Bagi seorang prajurit, keberanian merupakan suatu hal mutlak yang harus dimiliki. Keberanian tersebut tidak hanya dalam bentuk keberanian fisik saja, namun juga keberanian moral. Keberanian fisik, terwujud dalam kemauan untuk mengatasi ketakutan menghadapi maut dan cedera badan. Keberanian moral adalah keberanian untuk menghadapi risiko kehilangan jabatan dan pangkat serta kedudukan karena menghadapi sikap yang tidak disukai oleh atasan tetapi benar menurut keyakinannya sebagai prajurit TNI. Keberanian fisik dan keberanian moral terwujud dalam kemampuan seorang pemimpin pada saat mengambil suatu keputusan dalam suatu situasi yang sulit dan mengandung banyak risiko. Tanpa keberanian, mustahil seorang pemimpin prajurit dapat berhasil. Bahkan begitu seorang komandan terlihat tidak mempunyai keberanian, maka penghargaan dari anak buahnya akan berkurang atau hilang sama sekali.
Kepribadian
Seorang pemimpin prajurit haruslah memiliki kepribadian yang menonjol dan tentu saja harus yang baik, karena banyak pribadi- pribadi pemimpin yang menonjol tapi jahat seperti Hitler, Pol Pot, Stalin, Al Capone dan sebagainya. Pribadi yang baik adalah pribadi yang selalu menampilkan sosok pemimpin yang jujur, selalu mengutamakan kepentingan yang lebih besar daripada kepentingan dirinya sendiri, rendah hati, rela berkorban, tidak mudah goyah oleh keadaan yang genting dan mencekam. Dari nenek moyang kita, dapat dipelajari tentang delapan sifat pribadi pemimpin yang baik, yang kita kenal dengan hasta brata yaitu:
Pemimpin adalah bagaikan Samudera (Pindo Jaladri). Berpandangan luas, mampu menampung hal-hal yang tidak baik, tapi selalu mengeluarkan yang baik.
Pemimpin adalah bagaikan Bulan (Pindo Candra).
Senantiasa memberikan terang di saat gelap.
Pemimpin adalah bagaikan Bintang (Pindo Kartika).
Dapat menjadi petunjuk arah tujuan yang benar serta selalu memberi harapan yang baik.
Pemimpin adalah bagaikan Gunung (Pindo Arga).
Memiliki keteguhan dan kokoh dalam pendirian, tidah mudah digoyah oleh apa pun.
Pemimpin adalah bagaikan Bumi (Pindo Bahana).
Mengerti apa yang dibutuhkan oleh rakyatnya dan memberikan bantuan kepada siapa saja tanpa pilih kasih.
Pemimpin adalah bagaikan Api (Pindo Dahana).
Memberikan kehangatan dan dapat membakar semangat anak buahnya, serta membasmi ketidak-benaran dan ketidak-adilan.
Pemimpin adalah bagaikan Angin (Pindo Bayu).
Mampu bergerak dan berada di mana-mana.
Pemimpin adalah bagaikan Matahari (Pindo Surya).
Selalu menjadi sumber energi bagi lingkungan.
Delapan sifat kepribadian seorang pemimpin yang dapat dipetik dari pelajaran nenek moyang bangsa Indonesia tersebut kiranya patut untuk direnungkan, karena jelas kearifan para pemimpin tersebut bukanlah pelajaran yang remeh. Intinya, kalaulah seorang pemimpin memiliki sifat-sifat kepribadian yang buruk seperti: serakah, tidak jujur, egois, penakut, tidak peduli kepada anak buah, mau menang sendiri, gila hormat, maka sangat cepat ia akan ditinggalkan oleh anak buah dan bahkan juga dilawan oleh anak buah.
Kesetiaan
Seorang pemimpin prajurit harus memiliki kesetiaan yang jelas dan nyata terhadap negara, bangsa, dan rakyat. Kalau ia tidak memiliki kesetiaan, maka ia tidak akan kuat menghadapi ujian dalam perjalanan hidupnya sebagai pemimpin. Kesetiaan terhadap negara, bangsa, dan rakyat dapat tercermin pada kesetiaan terhadap organisasi, kesetiaan terhadap rekan dan kesetiaan terhadap anak buah.
Banyak pemimpin yang bila terjadi keadaan yang tidak menguntungkan dirinya dengan cepat mencari ‘kambing hitam’ kepada bawahannya. Banyak pemimpin yang cenderung selalu mencari kesalahan anak buahnya kalau keadaan kacau. Tapi kalau ada keberhasilan dari anak buah, mereka sering lebih dulu tampil dan mengaku dirinya yang berjasa. Pemimpin sejati selalu berusaha untuk membela dan mengutamakan kepentingan anak buahnya. Berkaitan dengan itu, ada beberapa pepatah tentara kuno yang dapat dipetik antara lain:
Prajurit Anda akan setia kepadamu, kalau Anda setia kepada mereka.
Untuk menjadi pemimpin yang berhasil harus memiliki kemampuan dan kecakapan profesional. Ia benar-benar harus tahu bidang pekerjaannya. Kalau ia seorang Komandan Batalyon Infanteri, ia benar-benar harus mengerti tentang segala bentuk- bentuk keinfanterian. la harus tahu cara kerja semua senjata yang ada di pasukan dan harus tahu bagaimana menggunakan serta merawat semua alat yang ada di satuan yang dipimpinnya. Semua teknik dan taktik dari tingkat peleton, kompi hingga batalyon harus benar-benar dikuasainya. Bahkan ia harus mempunyai visi dua tingkat ke atas, serta pengenalan dan penguasaan dua tingkat ke bawah. Seorang pemimpin yang berani tapi bodoh akan menimbulkan banyak korban bagi anak buahnya.
Semangat
Unsur kelima yang menurut keyakinan saya harus dimiliki adalah semangat. Semangatlah yang mendorong seorang pemimpin prajurit untuk mau bertindak dan bergerak maju dengan dinamis. Semangatlah yang mendorong seorang prajurit untuk tahan menderita dan tabah, serta tenang menghadapi berbagai mara bahaya. Semangat akan mendorong seorang pemimpin prajurit untuk meraih kemenangan. Tanpa semangat, sulit untuk mendapat suatu keberhasilan. Kalau dua orang sama-sama pintar dan cakap bersaing, maka yang mempunyai semangat yang lebih besarlah yang akan menang.
Ada pepatah tentara mengatakan:
Suatu rencana yang paling brilian dan cemerlang namun dilaksanakan dengan setengah hati, akan memberikan hasil yang lebih buruk daripada suatu rencana sederhana tapi dilaksanakan dengan penuh semangat.
Perang dapat dilakukan dengan senjata, tetapi perang dimenangkan oleh manusia. Adanya semangat pengikut dan semangat pemimpin yang meraih kemenangan itu. (Jenderal G.S Patton)
Menurutpendapatsayadarikajianterhadapsejarahkepemimpinan militer yang berhasil dan efektif, saya berkeyakinan bahwa setiap pemimpin militer harus memiliki suatu falsafah kepemimpinan yang mengarahkan dan menentukan dirinya dalam menjalankan kepemimpinannya. Falsafah yang saya gunakan yaitu 11 Asas Kepemimpinan ABRI (Takwa, Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani, Waspada Purba Wisesa, Ambeg Parama Arta, Prasaja, Satya, Gemi Nastiti, Belaka, dan Legawa) dan juga satu kalimat sederhana yang berbunyi:
Bagi saya kalimat tersebut berarti bahwa dalam mengambil suatu keputusan atau suatu kebijakan, maka harus sudah ditanyakan kepada diri sendiri apakah ini menguntungkan negara, bangsa, dan angkatan bersenjata. Kalau ya, jangan ragu-ragu untuk mengambil itu, baru selanjutnya boleh memikirkan dan mengurus kepentingan diri sendiri. Jangan dibalik, yang diurus adalah kepentingan diri pribadi dulu dan anak buah dinomor duakan, apalagi kepentingan bangsa dan negara.