Jakarta — Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan keseriusannya dalam memberantas praktik curang dalam tata niaga beras. Dalam pidatonya di Harlah ke-27 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Rabu malam (23/7), Prabowo mengungkap bahwa permainan harga dan pengemasan ulang beras subsidi telah merugikan negara hingga Rp100 triliun setiap tahun.
“Sama dengan beras, bayangkan ya beras kita subsidi benih, kita subsidi pupuk, pabrik pupuk milik rakyat, milik negara, pestisida di subsidi, waduk-waduk dibangun oleh uang rakyat, irigasi-irigasi dibangun oleh uang rakyat, beras alat-alatnya pakai bahan bakar disubsidi oleh rakyat, begitu sudah digiling jadi beras… Yahh. Itu paket diganti beras yang disubsidi ini ditempel katanya beras premium harganya tambah 5.000–6.000, ini menurut saudara benar atau tidak?”
Prabowo juga mengungkap bahwa permainan curang ini dilakukan oleh ratusan perusahaan.
“Sudah 212 perusahaan penggiling padi yang kita buktikan melanggar. Ini mereka sendiri sudah mengakui karena dibawa ke laboratorium diperiksa. Ya, ini mereka harus kembalikan uang yang mereka nikmati dengan tidak benar,” ungkapnya.
Prabowo menilai praktik semacam itu sebagai kejahatan ekonomi yang merampas hak rakyat dan bertentangan dengan konstitusi.
“Ini adalah pidana. Ini nggak bener, ini pidana yang saya katakan kurang ajar itu, serakah. Dorongannya adalah saya dapat laporan, satu tahun dengan permainan ini ya beras biasa diganti bungkusnya, dibilang premium, dijual… ini hilang kekayaan kita, hilang 100 triliun tiap tahun. 100 triliun!”
Ia menegaskan bahwa kerugian sebesar itu bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki layanan dasar bagi masyarakat.
“Gimana enggak mendidih kita dengar itu saudara-saudara, 100 triliun. Berarti kalau saya biarkan ini terus dalam 5 tahun, kita akan hilang 1.000 triliun. Dengan 1.000 triliun kita bisa perbaiki semua sekolah di Indonesia, kita bisa bantu semua rumah sakit, semua pesantren di seluruh Indonesia. 1.000 triliun.”
Prabowo pun telah memerintahkan aparat penegak hukum untuk segera menindak praktik curang tersebut.
“Jadi tidak bisa. Saya tidak bisa membiarkan hal ini. Saya sudah beri tugas kepada Kapolri dan Jaksa Agung. Usut! Tindak! Sita!”
Ia mengingatkan bahwa tindakan tegas ini bukan atas dasar kehendak pribadi, melainkan amanat langsung dari UUD 1945.
“Karena Undang-Undang Dasar ’45 pasal 33, cabang-cabang produksi yang penting bagi negara… beras penting atau tidak bagi negara? Jagung penting atau tidak? Minyak goreng penting atau tidak? Dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai negara. Sorry ye. Ini bukan pikiran Prabowo, ini bukan maunya Prabowo, ini perintah Undang-Undang Dasar ’45.”