Search
Close this search box.

Letnan Jenderal KKO (Purn) Ali Sadikin

Foto: nnc netralnews

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]

Letnan Jendral KKO (Purn.) Ali Sadikin adalah figur TNI yang sangat menonjol dan tersohor di jamannya. Dia adalah tokoh Marinir dan tokoh Angkatan Laut Indonesia. Dia sangat menonjol semasa pasukan Marinir Indonesia masih dikenal dengan nama Korps Komando Angkatan Laut (KKO AL).

Pak Ali Sadikin terkenal sebagai perwira pertempuran yang sangat berani, dan sangat kharismatis. Nama beliau terkenal ke seluruh negeri waktu beliau menjadi komandan batalyon dengan pangkat kapten, dengan usia muda 26 tahun.

Beliau terlibat dalam pendaratan KKO di Minahasa, Sulawesi Utara dalam operasi penumpasan Permesta. Di sana, pasukan KKO melakukan pendaratan amfibi di luar Kota Manado. Kemudian batalyon yang dipimpin Ali Sadikin berhasil menjadi pelopor, menjadi ujung tombak dalam perebutan Kota Manado dari pihak Permesta. Waktunya kurang lebih bersamaan dengan operasi RPKAD yang terjun dan merebut lapangan terbang Mapanget, sekarang namanya Bandara Sam Ratulangi.

Baca Juga :   Contoh-contoh Pemimpin yang Tidak Benar, Contoh Ketujuh: Perwira Mencaci Sersan Kepala yang Lebih Tua

Setelah Kota Manado direbut oleh pasukan TNI, tahap selanjutnya adalah gerakan TNI untuk menuju dan merebut kedudukan- kedudukan Permesta di kedalaman Minahasa. Untuk masuk ke kedalaman Minahasa dari Kota Manado, pasukan TNI harus naik ke sebuah ketinggian. Jalan satu-satunya menuju Minahasa tengah adalah melalui Kinilow. Kalau naik mobil, kurang lebih 45 menit dari Kota Manado.

Di Kinilow, ada jalan yang berbentuk letter S yang terkenal – kira- kira di kaki Gunung Lokon. Di situlah pasukan TNI bergantian berusaha terobos pertahanan Permesta tapi tidak berhasil. Setelah banyak pasukan berusaha dan gagal menembus Kinilow, pasukan Ali Sadikin diminta untuk ikut menyerang. Pasukan Ali Sadikin berhasil karena melewati jalur-jalur tikus untuk melambungi daerah-daerah kritis, dan menyerang pasukan Permesta dari belakang. Dengan demikian pasukan Ali Sadikin berhasil merebut letter S Kinilow sehingga pasukan TNI seluruhnya dapat maju dengan cepat merebut Tomohon dan kedudukan-kedudukan Permesta.

Baca Juga :   Prabowo Subianto’s Contributions to Sports, Arts, and Education

Atas prestasi Ali Sadikin itulah dia dinaikkan pangkat menjadi mayor. Setelah itu, berbagai prestasi-prestasi dalam medan pertempuran membuat Ali Sadikin menjadi Brigadir Jenderal KKO termuda pada saat itu. Dia dikenal sebagai ‘the boy general’, menjadi Jenderal KKO di usia 35 tahun.

Saking cemerlangnya, beliau menjadi salah satu favoritnya Bung Karno. Dalam perjalanan kariernya ia sempat menjadi komandan KKO, Wakil Kepala Staf Angkatan Laut, Menteri Perhubungan Laut, Menteri Koordinator Kompartemen Maritim, dan menjadi Gubernur DKI.

Saya berkenalan dengan Pak Ali Sadikin pada saat beliau Gubernur DKI. Bapak saya Profesor Soemitro waktu itu ada di kabinetnya Pak Harto sebagai Menteri Perdagangan. Ali Sadikin dan bapak saya kawan akrab. Mereka sering makan siang bersama bergantian. Satu minggu di kantor Gubernur DKI, satu minggu di kantor Menteri Perdagangan.

Baca Juga :   Letnan Kolonel Gamal Abdel Nasser

Di situlah saya mendengar bahwa Pak Ali Sadikin, Pak Mitro, Pak Muhammad Jusuf, dan Pak Ibnu Sutowo (Direktur Utama Pertamina), waktu itu menjadi suatu kelompok perkawanan dalam pemerintah. Mereka berempat punya pandangan-pandangan yang sama yaitu pandangan nasionalis, secara ekonomi ingin berdiri di atas kaki sendiri, dan ingin menegakkan ekonomi kerakyatan. Padahal kalau kita lihat mereka berasal dari aliran- aliran politik yang berbeda.

Pak Ali Sadikin berasal dari tentara profesional (Angkatan Laut), dan dekat dengan Bung Karno. Pak Mitro dikenal sebagai kelompok anti Soekarno. Pak Muhammad Jusuf adalah dari TNI yang mendorong Pak Harto jadi presiden. Ibnu Sutowo dari TNI yang dekat dengan Nasution dan Ahmad Yani. Mereka jadi sahabat karena punya orientasi yang sama, yaitu Indonesia yang kuat, Indonesia yang berdiri di atas kaki kita sendiri.

Prabowo-Subianto-icon-bulet

Artikel Terkait

Baca Juga