Search
Close this search box.

Kepemimpinan Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Panjaitan

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]

Saya kenal pertama dengan Pak Luhut Pandjaitan sewaktu saya berpangkat kapten. Beliau baru pulang dari Timor Timur ikut Operasi Nanggala 5 di bawah pimpinan Dangrup kami, Letnan Kolonel Soegito.

Saya ingat yang terjun di Dili pada saat itu banyak unsur pimpinan Grup 1. Salah satunya, yang ikut penerjunan grup Pak Soegito ada Wadan grup, kemudian perwira operasi, dan sebagainya. Salah satu komandan Detasemen dari Grup 1 yaitu Letkol Anumerta Atang Soetrisna gugur dalam operasi ini. Sekarang lapangan olahraga dan stadion di Cijantung diberi nama Stadion Atang Soetrisna.

Tidak lama sejak pertama mengenal Pak Luhut, beliau menjadi kepala seksi 2 operasi dan saya sebagai wakil beliau. Saya menjadi perwira seksi 2 operasi Grup 1. Baru berjalan beberapa bulan, kami dikirim berangkat sekolah Special Forces ke Amerika.

Baca Juga :   Foundation for Indonesia's Advancement: Our Nation's Potential [Indonesia's Strategic Location]

Pada 1981 setelah kembali dari Amerika, saya bersama Pak Luhut dipanggil oleh Pak Benny Moerdani. Kami diperintahkan untuk sekolah ke Jerman, sekolah antiteror GSG9. Setelah sekolah itu, kami diperintahkan membentuk pasukan antiteror yang kemudian diberi nama Detasemen 81 karena dibentuk pada 1981.

Tidak lama kemudian, Detasemen 81 berhasil dalam operasi pembebasan sandera di Woyla. Ini adalah salah satu peristiwa pembebasan sandera yang paling terkenal di dunia pada saat itu.

Waktu kita membentuk dan melatih pasukan antiteror Indonesia Pak Luhut banyak memberi saya keleluasan untuk menyusun rencana latihan kemudian administrasi dan pembangunan. Saya juga diberikan tanggung jawab pembangunan pangkalan maupun pengorganisasian. Kami bekerja sebagai tim yang cukup baik. Tapi memang benar karena kadang sifat kami berdua yang sama- sama Alpha akhirnya juga sering terjadi percikan-percikan. Gaya kepemimpinan dan kepribadian kami sama-sama keras.

Baca Juga :   Tantangan Strategis Bangsa: Tantangan Strategis Global [Perlambatan Ekonomi Global]

Hal yang saya lihat, yang saya pelajari dari Pak Luhut adalah orang yang tegas, berkemauan keras. Beliau juga punya fisik yang baik. Beliau memimpin dari depan. Beliau sering lari, dan lari beliau selalu di depan. Saya memang tidak sekuat beliau larinya. Maklum, mungkin ini genetika, saya sering berseloroh orang-orang luar Jawa itu biasanya lebih kuat daripada orang dalam Jawa karena di luar Jawa kampung-kampung itu jauh. Mungkin pada saat itu genetikanya menjadi kuat lari, kuat jalan.

Baca Juga :   Memberi Arti pada Perjuangan

Beliau sering memimpin dari depan. Pak Luhut juga penembak yang bagus. Beliau orang yang teliti dalam perjalanan. Akhirnya beliau Sesko, saya pun sekolah Suslapa. Kami berpisah dan jarang lagi bertugas bersama, tetapi kami saling menghormati walaupun kadang-kadang perbedaan pandangan tapi di ujungnya kita selalu bersatu untuk kepentingan merah putih.

Setelah pensiun, kita pernah berada di posisi politik yang berseberangan tapi kita saling menghormati dan selalu pada ujungnya bisa mencari titik-titik kerja sama untuk merah putih.

Prabowo-Subianto-icon-bulet

Artikel Terkait

Baca Juga