Search
Close this search box.

Jenghis Khan

Foto: nationalgeographic.grid.id

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto] 

“Ada banyak alasan kenapa Jenghis Khan layak disebut sebagai panglima besar. Bagi saya, Jenghis Khan adalah panglima besar karena ia mengenalkan dan menjalankan meritokrasi sipil dan militer yang tidak mengenal latar belakang etnis atau ras.

Jenghis Khan juga seorang pemimpin yang toleran. Ia mempelajari filosofi dari berbagai agama. Sikap yang toleran ini, saya percaya, adalah sifat kepemimpinan yang bijak dan yang kita, sebagai orang Indonesia, harus selalu meniru.”

Salah seorang dari penakluk (conqueror) tersukses di dunia, Jenghis Khan lahir sekitar tahun 1162 dari orang tua nomaden dengan latar belakang bangsawan di daerah yang saat ini kita kenal sebagai Mongolia. Pada saat itu, suku-suku di wilayah itu dilanda perselisihan secara turun temurun. Secara politik dan militer, daerah kelahiran Jenghis Khan adalah tanah pergeseran loyalitas dan bentrokan abadi.

Baca Juga :   Akbar The Great

Saat beranjak dewasa, Jenghis Khan berusaha menghentikan pertikaian abadi antar suku. Setelah menjadi  kepala suku lokal, ia menerapkan apa yang oleh sejarawan disebut teknik baru kepemimpinan di Mongolia.

Pertama, Jenghis Khan mendelegasikan otoritas berdasarkan prestasi dan loyalitas, tidak hanya berdasarkan ikatan keluarga. Kedua, dia menjanjikan rampasan sebagai imbalan atas loyalitas penuh. Dia juga memasukkan suku-suku yang kalah dan tanggungan mereka ke dalam wilayah kekuasaannya yang meluas. Dengan setiap kemenangan, sebagai hasilnya, jumlah loyalisnya kian tumbuh.

Dengan cara ini, Khan untuk pertama kalinya dalam sejarah menyatukan puluhan suku Mongol nomaden menjadi kekuatan politik dan militer tunggal. Untuk ini, ia diberi gelar Jenghis Khan, yang kira-kira diterjemahkan menjadi “Universal Ruler.”

Tidak puas dengan prestasi yang cukup besar ini, Khan melakukan ekspedisi untuk memperluas pemerintahannya ke Timur dan Barat. Ia memimpin ekspansi area kekuasaan menggunakan jaringan mata-mata yang luas, dan membangun pos-pos teritorial.

Baca Juga :   Program Kerja: Asta Cita 1

Khan juga dikenal cepat mengadopsi teknologi militer baru dari kaum yang ditaklukkannya. Misalnya, ia mulai menggunakan teknik pengepungan – seperti memotong sumber daya dengan mengalihkan sungai setelah bertempur dengan suku-suku Tiongkok yang menggunakan dalih serupa.

Khan juga menggunakan teknik pura-pura lari dari medan perang untuk memancing kelompok musuh keluar dari formasi yang lebih besar sehingga dia bisa melakukan penyergapan dan serangan balik yang efektif.

Dengan menggunakan taktik-taktik seperti ini, Khan memperkuat cengkeramannya di Asia Tengah dan Asia Utara. Ia memperluas kekuasaan kerajaan Mongol hingga mencapai sebagian besar Eurasia, Tiongkok, Korea, Asia Tengah, dan bahkan bagian dari Eropa Timur dan Asia Barat Daya. Kekuasaan Mongol juga mencapai Polandia di barat dan Mesir di selatan. Karena kepemimpinan Jenghis Khan, kekaisaran Mongol menjadi kekaisaran terbesar yang pernah dikenal umat manusia.

Walau dikenal sebagai pemimpin yang bijak, dalam memperluas daerah kekuasaannya Jenghis Khan pernah menggunakan kekerasan. Saat ia memimpin ekspansi ke Barat, ia pernah menggunakan perisai manusia. Saat ada kota yang membela diri terlalu lama, ia pernah membantai penduduk atau mengirim mereka kembali ke Mongolia sebagai budak. Untuk alasan ini, para sejarawan Persia mengingatnya sebagai seorang tiran.

Baca Juga :   Contoh-contoh Pemimpin yang Tidak Benar, Contoh Kelima: Kemarahan Anak Buah Kepada Komandan yang Menyeleweng

Walaupun ada catatan seperti ini, ada banyak alasan kenapa Jenghis Khan layak disebut sebagai Panglima Besar. Bagi saya, Jenghis Khan adalah Panglima Besar karena ia mengenalkan dan menjalankan meritokrasi sipil dan militer yang tidak mengenal latar belakang etnis atau ras.

Khan juga seorang pemimpin yang toleran. Hal ini sejalan dengan tradisi Mongol yang melihat agama sebagai hal yang sangat pribadi. Namun, lebih dari itu, Khan mempelajari pelajaran filosofi dan moral dari berbagai agama. Toleransi ini, saya percaya, adalah sifat kepemimpinan yang terpuji dan yang kita, sebagai orang Indonesia, harus selalu meniru.

Prabowo-Subianto-icon-bulet

Artikel Terkait

Baca Juga