Nigel Green, Asia Times – Indonesia baru saja melakukan langkah langka dalam dunia keuangan global: menunjuk tokoh-tokoh terkemuka dan berpengalaman ke dalam dewan penasihat lembaga pengelola dana investasi negara yang baru dibentuk senilai US$900 miliar, Danantara.
Namun, meskipun kaliber para tokoh yang ditunjuk — seperti Ray Dalio, Jeffrey Sachs, dan lainnya — pasar bereaksi dengan skeptis. Indeks acuan Jakarta turun hingga 4,7%. Reaksi ini bukan hanya mengejutkan, tetapi juga keliru.
Penunjukan ini seharusnya dipahami sebagai sinyal positif bahwa Indonesia serius dalam meningkatkan profesionalisme dan globalisasi pendekatannya dalam mengelola dana investasi negara.
Investor global seharusnya menyambut baik perkembangan ini, bukan malah menarik diri.
Ray Dalio adalah salah satu investor paling dihormati di era modern. Jeffrey Sachs telah menghabiskan puluhan tahun memberi nasihat kepada berbagai pemerintah tentang pembangunan berkelanjutan dan kebijakan ekonomi berkelanjutan. Keduanya bergabung sebagai penasihat tanpa bayaran.
Ini saja sudah menunjukkan keseriusan misi dan kualitas inisiatif tersebut.
Ini adalah tanda yang jelas bahwa Indonesia ingin menerapkan pemikiran kelas dunia dan tidak takut diawasi oleh tokoh-tokoh kelas atas.
Pesan penting untuk dunia jelas: Indonesia tidak sedang bergerak menuju otokrasi atau ketidakdisiplinan fiskal.
Indonesia tengah berusaha melompat ke era baru kapitalisme negara yang strategis, di mana manajemen profesional dan kepentingan publik dapat berjalan beriringan.
Investor seringkali menuntut perubahan, namun mundur ketika perubahan tersebut terlihat asing.
Memang, mengelola dividen BUMN melalui struktur baru mungkin tidak lazim—tetapi mempertahankan status quo jelas tidak lagi berkelanjutan.
Bagi Asia secara lebih luas, ini seharusnya menjadi peringatan. Banyak negara di kawasan ini memiliki aset negara dalam jumlah besar yang seringkali tidak dikelola dengan baik, kurang dimanfaatkan, atau dipolitisasi. Mereka dapat memperoleh manfaat besar dengan menghadirkan penasihat dari luar.
Pasar telah salah memahami situasi minggu ini. Mereka keliru menafsirkan ambisi sebagai ketidakstabilan, dan reformasi sebagai risiko. Ini adalah kesalahan yang mahal.
Dengan tata kelola yang tepat dan kolaborasi internasional, Danantara bisa menjadi model baru dana investasi negara—tidak hanya berinvestasi pada aset, tetapi juga masa depan.
https://asiatimes.com/2025/03/panicked-investors-should-give-indonesia-a-second-look/