Oleh Prabowo Subianto [diambil dari Buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto]ÂÂ
Dalam perkembangan sosial dan peradaban manusia, terjadi perkembangan evolusi organisasi dan evolusi pembagian pekerjaan. Division of labor, khususnya dalam profesi keprajuritan, ke-pendekaran atau warrior class, yaitu kelompok-kelompok yang ditugaskan sebagai pembela desa, suku, kerajaan. Tentunya terjadilah dinamika hubungan antara manusia yaitu muncullah pemimpin, kelompok pemimpin, dan kelompok yang dipimpin.
Biasanya, secara alamiah, dalam evolusi peradaban manusia, dari mulai era manusia sebagai pemburu dan pengumpul makanan, mereka yang paling berhasil dalam berburu dan mengumpulkan makanan itulah yang dijadikan pemimpin kelompok.
Biasanya mereka yang jadi pemimpin yang fisiknya terkuat, dan jiwanya paling berani. Kenapa? Karena pemburu harus berburu binatang-binatang yang liar. Dia harus berjalan berhari-hari, kadang berminggu-minggu, dan dia harus mengejar binatang liar yang diburu. Ketika bertemu, dia harus berkelahi, pertama dengan batu, lalu dengan alat, kadang dengan kayu, dengan tombak, dan ujungnya mungkin dengan tangan dia sendiri.
Mereka yang berhasil membawa makanan ke kelompoknya, ke sukunya, biasanya mereka yang paling tangguh, paling kuat fisik, serta paling cerdas. Bagaimana bisa mencari binatang liar kalau tidak cerdas? Harus bisa baca jejak, harus bisa menyeberangi sungai, naik tebing, memperhitungkan hujan angin dan seterusnya.
Demikianlah munculnya pemimpin.
Beberapa ahli psikologi dalam penelitiannya menemukan bahwa manusia condong memilih pemimpin yang bisa memberi jaminan rasa aman, terutama rasa aman dari kelaparan, rasa aman dari binatang liar, rasa aman dari ancaman dan sebagainya. Bisa ancaman bencana, gempa, banjir dan kecelakaan.
Itulah bagaimana munculnya pemimpin. Artinya pemimpin itu karena ketangguhan fisik, keberanian dan kecerdasannya. Ia yang memiliki keunggulan ini yang dijadikan pemimpin oleh sesamanya.
Karena itu dalam kelompok prajurit, yang menjadi pemimpin adalah yang fisiknya lebih kuat, yang keberaniannya lebih menonjol, yang kecerdasannya lebih tinggi. Dengan fisik, keberanian, dan kecerdasan inilah ia dianggap bisa memberi arah, memberi solusi, memberi rasa aman bagi kelompok nya.
Kalau menghadapi sungai yang deras, biasanya pengikutnya akan bertanya kepada pemimpinnya, "Pak, bagaimana kita menyeberang?"
Kalau pemimpin yang bodoh mungkin akan menyeberang sembarangan tanpa memperhitungkan derasnya air, kuatnya arus, dan dalamnya penyeberangan.
Dengan demikian muncullah apa yang disebut Perwira. Apa itu perwira? Perwira adalah kelompok pimpinan. Apa itu Komandan? Komandan pasukan adalah pemimpin yang menjadi penanggung jawab atas keselamatan dan kegiatan kelompok prajurit itu.
Ribuan tahun yang lalu, para Perwira, para Komandan dipilih oleh anak buahnya. Dalam perang kemerdekaan kita, sering kita dengar kelompok-kelompok bersenjata memilih komandannya. Kalau kelompok nya sekitar 10 orang, "Sudah kamu saja jadi komandan grup karena kamu lebih pintar dari kita, kamu lulusan SMP, dan kami tidak sekolah."
Kalau berkumpulnya 30 orang, "Ya sudah kamu saja jadi komandan Peleton kami karena kamu lebih pintar dari kami. Kamu lulusan SMA."
Komandan Peleton, komandan Kompi, dipilih pada waktu itu orang yang terpintar, orang yang fisik nya paling kuat. "Oh dia dulunya jago main bola, dia juga jago memanah, dia juga larinya paling kuat, dia menang pertandingan lari 10 KM dari kampung." Kita harus tahu, Panglima TNI yang pertama, Jenderal Besar Sudirman, dipilih oleh para komandan Batalyon. Keputusan pemerintah yang pertama bukan Jenderal Sudirman yang menjadi Panglima TNI. Kalau tidak salah, pada waktu itu keputusannya adalah Jenderal Urip karena Jenderal Urip dianggap berpengalaman di KNIL. Di KNIL, beliau adalah pribumi dengan pangkat tertinggi. Waktu itu beliau berpangkat mayor, maka pantaslah menjadi Panglima.
Namun Danyon-Danyon menolak, mereka maunya Sudirman. Karena Sudirman, sebelum dipilih sudah cetak prestasi membentuk Batalyon dari Purwokerto yang paling lengkap senjatanya dan berhasil menyerang Belanda di Purworejo, di Magelang, sampai di Ambarawa.
Demikian, kalau kita lihat di Amerika Serikat, di pengalaman perang kemerdekaan mereka, George Washington pun dipilih jadi panglima tentara kemerdekaan Amerika. Kemudian kalau kita lihat dalam sejarah perang saudara Amerika, Jenderal Ulysses S. Grant awalnya dipilih oleh milisi di kota aslinya di Ohio menjadi komandan resimen.
Jadi saudara-saudara, kesimpulannya seorang komandan haruslah prajurit terbaik di perkumpulannya. Seorang komandan regu harus menjadi prajurit yang terbaik di regu itu. Dia harus nembak lebih baik dari yang lain, lari lebih baik, pull up lebih banyak, push up lebih banyak, harus paling pintar baca peta dan kompas, bela dirinya paling baik, dan menguasai semua senjata di regunya.
Demikian pula komandan Peleton harus menjadi prajurit yang terbaik di Peletonnya. Komandan Batalyon harus menjadi prajurit terbaik di Batalyon nya. Komandan kompi harus menjadi prajurit terbaik di kompinya. Dan komandan regu, komandan kompi, komandan Batalyon itu dikatakan di semua tentara adalah masih kepemimpinan tatap muka. Face to face leadership.
Danru, Danki, Danyon, harus melihat anggota anggotanya setiap hari, dan harus dilihat anggota anggotanya setiap hari. Dan menurut saya komandan Brigade juga harus face to face leadership. Bahkan komandan Divisi juga harus sering dilihat anak buahnya, dan harus melihat anak buahnya.
Karena itu tentara-tentara yang baik, itu komandan-komandannya memimpin dari depan. Ing ngarso sun tulodo. Tentara yang menang biasanya adalah tentara yang pemimpinnya memimpin dari depan. Tentunya berbahaya, dan tentunya persentase komandan di tentara-tentara yang hebat yang mati dalam pertempuran sangat tinggi. Sebagai contoh dalam perang saudara di Amerika Serikat, dalam berbagai pertempuran sering sebagian besar perwira gugur.
Sekali lagi, kesimpulan dari seorang komandan pasukan itu adalah prajurit terbaik di pasukannya. Karena itu ia mampu memimpin dari depan. Dia jago tembak, dia jago lari, dia jago fisik, dia jago ilmu, dia pandai baca peta, dia pandai memahami medan, dia tahu taktik dan teknik. Dia tahu ilmu-ilmu ketentaraan. Dia baca sejarah. Dia mengerti sejarah perang. Dia mengerti ilmu-ilmu sosial, karena dia harus bergaul dengan rakyat, dan dia harus memimpin pasukannya di tengah-tengah rakyat.