Oleh Prabowo Subianto [diambil dari Buku 2 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn.) Prabowo Subianto]ÂÂ
“Joshua Chamberlain perwira yang rendah hati, tidak pernah menonjolkan diri, tapi sangat berani, selalu memimpin pasukannya dari depan. Selalu berada bersama anak buahnya, walaupun berkali-kali terluka tembak, ia tidak pernah mau untuk menghentikan pengabdiannya.
Walaupun kita bukan bangsa Amerika, kita pun tidak salah kalau kita belajar dan kagum kepada contoh kepemimpinan dan contoh keberanian yang ditunjukkan oleh Letkol Joshua Chamberlain.
Mungkin kepemimpinan macam inilah yang membuat Amerika Serikat menjadi negara yang kuat, sehingga menjadi negara adikuasa pada abad ke-20 dan ke-21″
Joshua L. Chamberlain ini adalah salah satu tokoh dalam sejarah yang saya kagumi. Beliau sebenarnya bukan tentara profesional. Beliau seorang profesor, seorang guru besar dalam sejarah klasik Romawi dan Yunani kuno, dan juga dalam ilmu retorika dari Negara Bagian Maine.
Pada saat Perang Saudara Amerika Serikat meletus, yaitu pada tahun 1861 yang ditandai oleh pengepungan dan perebutan benteng di Charleston, South Carolina, Presiden Amerika Serikat pada saat itu menyatakan keadaan darurat perang dan meminta sukarelawan-sukarelawan dari semua negara bagian yang tergabung dalam Republik Amerika Serikat.
Sebagian besar dari negara bagian yang tetap setia kepada Amerika Serikat adalah negara-negara bagian dari utara. 11 negara bagian, sebagian besar di selatan, memisahkan diri dari Amerika Serikat dan membentuk sebuah negara baru yang mereka namakan Confederated States of America (CSA). Mereka juga membentuk tentara CSA (Confederated States Army).
Pada saat Abraham Lincoln memanggil sukarelawan-sukarelawan dari negara-negara bagian, di Negara Bagian Maine, terbentuklah resimen-resimen yang terdiri dari sukarelawan-sukarelawan yang tergabung dalam legiun yang dibentuk oleh gubernur negara bagian tersebut.
Di Maine, terbentuklah resimen ke-20 Maine dan Professor Joshua Chamberlain dari Universitas Bowdoin College secara sukarela menyatakan bergabung dengan tentara sukarelawan yang membela Amerika Serikat. Oleh gubernur Negara Bagian Maine, Chamberlain diberi pangkat Letnan Kolonel dan menjadi komandan resimen dari resimen ke-20 Maine.
Resimen pada saat itu kekuatannya bervariasi, ada yang 1.000 orang, ada yang 800, tapi berkisar antara 800-1000 orang. Yang tergabung dalam beberapa kompi. Kalau di kita sekarang, resimennya mereka itu setingkat dengan batalion di TNI sekarang.
Walaupun Joshua Chamberlain bukan tentara profesional dan tidak pernah mengalami pendidikan militer, apalagi ke akademi militer, ia sangat tekun belajar dari buku-buku taktik dan buku-buku teknik yang diberikan oleh tentara pusat. Karena kecerdasannya, ia cepat menguasai drill-drill yang diperlukan dalam teknik bertempur pada saat itu. Ia pun cepat menguasai resimennya dan memimpin resimennya dalam berbagai pertempuran.
Meski mengalami luka, tetapi ia berhasil memimpin resimennya dalam pertempuran-pertempuran awal Perang Saudara Amerika. Salah satu pertempuran yang paling hebat yang ia alami adalah Pertempuran Fredericksburg, dimana ia merupakan bagian dari pasukan federal pada saat itu dipimpin oleh Jenderal Burnside yang melakukan serangan menyeberangi Sungai Rappahannock dan berusaha untuk menguasai ketinggian di sebelah selatan dari Kota Fredericksburg.
Padahal semua ketinggian tersebut yang melingkar di atas Kota Fredericksburg sudah dikuasai oleh pasukan selatan, yang pada saat itu dipimpin sendiri oleh Jenderal Robert E Lee. Pasukan selatan telah membuat pertahanan yang sangat kuat dan menunggu serbuan dari tentara federal (tentara pusat).
Jenderal Burnside waktu itu ternyata seorang yang tidak kreatif, mungkin juga tidak terlalu pintar, dan tidak berpengalaman dalam memimpin pasukan dalam pertempuran, sehingga berkali-kali ia perintahkan pasukannya melakukan serangan frontal melalui medan terbuka dari kerendahan menuju ketinggian-ketinggian yang sudah dikuasai oleh pasukan selatan dengan membentuk pertahanan-pertahanan dari tanah dan kayu yang sangat kuat.
Dalam berbagai serbuan-serbuan frontal tersebut, tentara federal mengalami korban yang sangat banyak. Korban meninggal dan korban luka yang sangat banyak. Dan akhirnya terpukul mundur. Pasukan yang dipimpin Chamberlain juga mengalami korban yang sangat banyak, hampir setengah pasukannya menjadi korban.
Pada pertempuran tersebut, tentara utara menyerang dengan kekuatan 115.000 melawan tentara selatan dengan kekuatan 70.000. Selesai pertempuran, tentara utara mengalami 1.200 gugur, 10.000 luka-luka, dan 1.800 tertawan. Pertempuran Fredericksburg dikenal sebagai kekalahan yang sangat besar bagi tentara utara. Pasukan Chamberlain pun mengalami korban yang banyak.
Pasukan yang dipimpin oleh Chamberlain yaitu resimen ke-20 dari Maine yang dikenal dengan istilah Twentieth of Maine, masuk pertempuran Fredericksburg dengan kekuatan 1.620. Setelah pertempuran gugur 150, terluka 380, dan 146 meninggal karena sakit. Akhirnya bisa dikatakan total korban, setelah pertempuran, yaitu resimen Maine ke-20 mengalami 40% korban dalam satu pertempuran. Totalnya adalah 267 gugur dan 380 terluka.
Setelah Fredericksburg, Chamberlain memimpin resimen tersebut dalam berbagai pertempuran, dan pada tahun ketiga dari Perang Saudara Amerika, Joshua Chamberlain terlibat dalam pertempuran yang sangat menentukan, yaitu dalam Pertempuran Gettysburg pada tahun 1863 .
Gettysburg adalah sebuah kota persimpangan di negara bagian Pennsylvania. Pada tahun itu Jenderal Lee setelah berhasil mengalahkan tentara utara dalam beberapa pertempuran, dengan kekuatan 73.000 pasukan selatan memutuskan untuk menyerbu utara dengan menerobos ke Pennsylvania dengan niat untuk bermanuver dan menyerbu ibu kota Amerika Serikat, Washington D.C. Setelah beberapa minggu tidak terdeteksi, akhirnya pasukan Lee masuk di sekitar Kota Gettysburg tetapi di sana sudah ada pasukan kavaleri dari tentara utara.
Pasukan kavaleri utara yang terdiri dari 2 brigade kavaleri akhirnya menahan gerak maju tentara selatan yang terdiri dari 2 divisi. Akibat ditahan, pasukan utara berhasil dikumpulkan oleh Jenderal Lee yang baru saja mengambil alih komando dari tentara utara yang disebut The Army of the Potomac.
Terjadilah pertempuran yang sangat besar untuk memperebutkan Kota Gettysburg. Beberapa kali kota Gettysburg berganti tangan yang akhirnya tentara utara membuat garis pertahanan di luar Kota Gettysburg di sebelah utara Kota Gettysburg, yang melingkar di atas sepanjang ketinggian-ketinggian di luar Kota Gettysburg.
Pasukan Joshua Chamberlain diperintahkan untuk menduduki dan mempertahankan bukit yang paling kiri dari garis pertahanan tentara utara. Bukit tersebut dikenal dengan nama Little Round Top. Pasukan yang dipimpin Joshua Chamberlain, yang tinggal setengah kekuatan dari yang awal, kurang dari 800 orang bahkan. Kalau tidak salah pada saat itu kurang dari 500 orang. Akhirnya melakukan pertahanan di atas bukit Little Round Top, dan tidak beberapa lama setelah ia menduduki bukit tersebut, menerima gempuran-gempuran dari tentara selatan.
Serbuan tentara selatan berkali-kali dipukul mundur, tetapi berkali-kali kembali. Sampai suatu saat dalam salah satu serbuan terakhir dari tentara selatan pada hari itu yaitu tanggal 2 Juli 1861, hari kedua pertempuran, dilaporkanlah kepada Joshua Chamberlain dari komandan-komandan kompinya bahwa peluru sudah hampir habis. Tiap prajurit hanya tinggal 1 atau 2 butir peluru lagi, bahkan ada yang sudah habis peluru sama sekali.
Banyak anggota yang sudah luka-luka, kemudian ia melihat pasukan selatan kembali melakukan serbuan dan di situ Joshua Chamberlain tanpa terlalu banyak pertimbangan memerintahkan seluruh batalionnya untuk pasang sangkur. Kemudian setelah semua pasang sangkur, ia memberi aba-aba untuk menyerbu dan ia pun memimpin serbuan langsung.
Akibat serbuan tersebut, tentara selatan yang melihat serbuan dari pasukan Chamberlain kaget dan jatuh moril sehingga mereka balik kanan dan melarikan diri. Keputusan Chamberlain tersebut sampai hari ini dikenal sebagai keputusan seorang komandan pasukan yang menjadi teladan bagi tentara Amerika sampai hari ini.
Walaupun kita bukan bangsa Amerika, kita pun tidak salah kalau belajar dan kagum kepada contoh kepemimpinan dan contoh keberanian yang ditunjukkan oleh Letkol Joshua Chamberlain. Mungkin kepemimpinan macam inilah yang membuat Amerika Serikat menjadi negara yang kuat, sehingga menjadi negara Adikuasa pada abad ke-20 dan ke-21.
Joshua Chamberlain terus melanjutkan kepemimpinannya sehingga dalam Perang Saudara Amerika tersebut, ia lima kali terluka berat. Dan luka terakhirnya mengganggu beliau selama puluhan tahun sesudah perang. Joshua Chamberlain dinaikkan pangkat secara luar biasa menjadi Komandan Brigade dari Komandan Resimen.
Berakhirnya Perang Saudara Amerika tersebut, yaitu pada kampanye terakhir pengejaran terhadap pasukan Jenderal Lee pada tahun 1865. Pada saat Jenderal Lee menyerah di Appomattox, Virginia, kepada panglima tentara utara, Jenderal Ulysses Grant. Joshua Lawrence Chamberlain yang sudah menjadi Mayor Jenderal menjadi panglima divisi. Mayor Jenderal Joshua Chamberlain ditunjuk sebagai perwira tinggi yang paling senior memimpin pasukan yang menerima penyerahan senjata dari tentara yang dipimpin Jenderal Lee (Army of Northern Virginia).
Sesudah Perang Saudara Amerika, Mayor Jenderal Chamberlain dipilih menjadi Gubernur Maine empat kali. Dari sosok Jenderal Chamberlain dapat dilihat sifat-sifat kepemimpinan yang patut kita perhatikan.
Joshua Chamberlain perwira yang rendah hati, tidak pernah menonjolkan diri, tetapi sangat berani, dan selalu memimpin pasukannya dari depan. Selalu berada bersama anak buahnya. Walaupun berkali-kali terluka tembak, ia tidak pernah mau untuk menghentikan pengabdiannya. Begitu sembuh dari luka, ia selalu meminta kembali untuk memimpin pasukannya dan pada akhirnya ia diberi tanda kehormatan tertinggi yang bisa diberikan oleh pemerintah Amerika Serikat untuk keberanian di daerah pertempuran, yaitu US Congressional Medal of Honor. Sampai hari ini Joshua Chamberlain sebuah ikon bagi tentara dan sejarah Amerika.