Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku Kepemimpinan Militer 1: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]
Saya merasa cukup dekat dengan Pak Bagyo dari sejak beliau Perwira Muda. Penampilan beliau selalu riang, dengan kumis beliau yang lebat dan badan beliau yang tegap. Kita beri julukan beliau “Bima,” pria yang penuh humor, selalu tenang, dan tidak pernah gusar.
Beliau sempat menjadi pengawal Pak Harto. Karena itulah saya sempat menjadi akrab dengan beliau. Beliau juga memiliki fisik kuat, dan seorang sabuk hitam seperti Pak Luhut Pandjaitan. Sejak dari Taruna, sifat beliau selalu terbuka, tidak pernah mencla- mencle.
Saat Pak Bagyo komandan Kopassus, saya ditarik menjadi wakil beliau sebagai wakil komandan Kopassus. Itu merupakan promosi yang cukup membanggakan bagi saya. Pak Bagyo pernah terjun di daerah operasi Timor Timur. Ia juga ikut dalam operasi pembebasan sandera di Woyla.
Melalui pasang surut perjalanan karier Pak Bagyo, ia selalu membela anak buahnya. Beberapa hal-hal yang saya belajar dari beliau antara lain sifatnya yang ramah, jiwanya yang loyal, dan setia selalu membela anak buah. Ia juga tenang saat disakiti. Saya kira tidak keliru kalau orang-orang memberi julukan beliau sebagai Bima. Mungkin tampangnya garang dengan kumis yang lebat, tapi beliau selalu senyum bahkan ramah dan selalu penuh humor.
Beliau juga selalu memimpin dari depan, memberi contoh. Bahkan orang semua tahu suara beliau tidak bagus, tetapi beliau hantem saja terus bernyanyi akhirnya semua orang ketawa merasa dihibur bukan karena bagusnya nyanyi tapi justru karena sifat beliau tidak peduli. Beliau harus menghibur anak buah.