Jakarta – Pengamat Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat menilai pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam Leaders Retreat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) 2024 di Lima, Peru, beberapa waktu lalu relevan.
Dalam KTT Prabowo menegaskan komitmen Indonesia terhadap perdagangan antarnegara yang terbuka, teratur, dan adil. Menurut Hidayat, pernyataan ini mencerminkan kepedulian Indonesia terhadap tantangan global dalam mewujudkan perdagangan yang inklusif dan merata.
“Indonesia menyakini perlunya komitmen kuat dari para pemimpin dunia untuk perdagangan yang bebas namun adil. Indonesia menegaskan posisinya yaitu ingin memastikan bahwa kebijakan perdagangan global tidak hanya menguntungkan negara maju, tetapi juga memberikan ruang bagi negara berkembang dan kecil. Hal ini relevan mengingat ketimpangan dalam perdagangan global sering menjadi isu yang menghambat kemajuan ekonomi negara-negara kecil,” kata Hidayat kepada wartawan di Jakarta, Senin, (18/11).
Lebih lanjut Hidayat mengatakan sebenarnya pernyataan ini bukanlah hal baru. Saat Presidensi G20 di Indonesia pada 2022, pesan serupa telah disampaikan Indonesia, tetapi dunia justru menghadapi pelebaran konflik geopolitik dan ketidakadilan yang semakin mencolok.
“Konflik Rusia-Ukraina saat itu menjadi sorotan utama, dan kini tragedi Gaza memperlihatkan semakin parahnya krisis kemanusiaan global. Retorika tentang keterbukaan, keteraturan, dan keadilan dalam sistem dunia perlu melampaui ucapan dan bertransformasi menjadi aksi nyata,” kata Hidayat.
Indonesia menurutnya sebagai salah satu ekonomi terbesar di kawasan Asia-Pasifik, memiliki peran strategis untuk menjadi teladan dan pelopor dalam menciptakan sistem dunia yang lebih adil, bukan hanya di kawasan ini tetapi di seluruh pelosok dunia.
Hidayat mengatakan saat ini realitas menunjukkan bahwa dunia masih jauh dari tujuan ini. Ketimpangan ekonomi, konflik geopolitik, dan ketidaksetaraan dalam perdagangan global terus menjadi hambatan utama.
Negara-negara besar sering kali mendominasi sistem perdagangan global, sementara negara berkembang hanya menjadi pelengkap. Data menunjukkan bahwa sebagian besar perdagangan dunia terkonsentrasi di tangan negara maju, sedangkan negara berkembang hanya mendapatkan sedikit manfaat. Ketimpangan ini menciptakan siklus ketidakadilan yang sulit diatasi tanpa reformasi besar.
“Indonesia bisa menjadi pelopor konsep sistem dunia yang terbuka, teratur, dan adil telah menjadi aspirasi global sejak lama. Prinsip ini mengacu pada perdagangan bebas tanpa hambatan proteksionis, sistem ekonomi yang transparan, dan pembagian manfaat yang merata antarnegara,” kata Hidayat. (RR)